Oleh : Imam Mahmud
Pendahuluan
Kelahiran negara republik Indonesia sebagai sebuah negara-bangsa di wilayah bekas jajahan beberapa negara besar (Belanda, Inggris, Pertugal, dan Japan), pada hekekatnya menjadi konsep fundamental dalam segi pemerintahan yang relatife terasa asing bagi umumnya masyarakat di nusantara. Model-model pemerintahan kerajaanlah secara historical-legenci (warisan sejarah) lebih mengana karena sudah ajeg dirasakan masyarakat berates-ratus tahun silam, sebelum penjajahan tersebut dilakukan.
Dengan demikian, pergatian model-model baru ini, dari yang kerajaan berubah menjadi republik, dan berjalanya waktu setelah merdeka, sistem perintahan yang dahulu sentralisasi menjadi desentaralisasi lebih jauh lagi otonomi, sudah dapat menjadi dasar bahwa bangsa ini mengikuti perkembangan jaman, yang mengedepankan tuntutan pembangunan sebagai sebuah alasan mengapa perubahan dilakukan .
Harus diakui, bahwa dewasa ini, ketika pemerintah menganut sistem otonomi daerah dalam berbagai kebijakan terdapat permasalahan sakral yang belum atau bahkan sama sekali tidak tertuntaskan, dari pemerintahan satu ke pemerintahan lain . Misalnya saja, di dalam pemerataan pembangunan antar wilayah terlihat adanya kejompalangan sangat tajam.
Dalam realisasinya cobalah kita menghelat sejenak pembangunan di Pulau Jawa, yang begitu megah di ikuti dengan hingar-bingar pembangunan yang lain, namun, disalah-satu sisi, wilayah bagaian timur Indonesia, terutama Pulau Papua atau Maluku, tidak terdapatnya pembangunan infrastruktur yang baik, akaibatnya, ketidakmerataan ini menyebab kemiskinan di Indonesia tidak akan pernah usai untuk ditangani.
Ketidakmerataan seperti ini bisa menjadi sebuah kesalahan adalah takala sistem pemerintahan dan pelaku pemerintah masih kurang siap terhadap otonomi daerah, yang pada ahirnya embel-embel kelemahan tersebut banyak munculkan para koruptor dan notebene menguntungkan diri sendiri dalam alokasi dana pembangunan.
Berangkat dari beberapa problema itulah, tulisan ini akan mecoba memahami keberimbangan pembangunan di wilayah Indonesia sebagai jalan kesejahteraan masyarakat yang ditinjau dari kebijakan otonomi daerah. Dalam tulisan ini juga, akan di identifikasi beberapa rentetan sejarah bangsa Indonesia mengomodir pembanguan anatar wilayah, serta otonmi daerah yang relevan untuk dilakukan.
Keberimbangan Pembangunan Antarwilayah Dengan Melakukan Perbaikan-Perbaikan.
Didalam perkembangan peradaban pembangunan antar wilayah di Indonesia, dari masa kemasa, pada dasarnya terus menerus mencoba untuk meningkatkan asal keselarasan secara berimbang.
Misalnya saja, seperti yang dikatakan Abdul Ghofar Karim (2006), bahwa pemerintahan bung karno yang dilebelkan secara negatif sebagai rezim orde lama, mencoba menyelarasakan pembangunan yang sejajar, yang juga di tidaklajuti pada masa orde baru, dan bahkan setelah revormasi, manakala pemerintahan yang dikomano oleh KH. Abdrurrahman Wahid, Pemerintah pusat dengan keseriusanya membaut badan kementrian otonomi tersendiri, yang diberi nama kemetrian otonomi daerah dan hubungan antar daerah.
Faktor keseriusan pemerintah dalam pembangunan keberimbangan antar wilayah, pada hekekatnya adalah sebuah refleksi daripada kejomplangan pembangunan yang ada di wilayah pusat perhatian (Jakarta) dan wilayah yang tidak menjadi pusat. Yang ahirnya beruntun pada keinginan untuk memisahkan diri, melakukan referendum dari kekuasaan NKRI.
Lebih lanjut lagi, proses keinginan memerdekaan antar wilayah yang terjadi di negara Indonesia, menurut beberapa ahli adalah proses pemberontakan kaum republiken,yang menilai Jakarta adalah segalanya bagi pemerintahan pusat. Dan pada salah satu keutuhan negara ini, menjadi rusak akibat gerakan sparatis yang ingin memisahkan diri atau bahkan ada daerah Indonesia yang rela memisahkan diri, yaitu TimTim.
Maka sudah sewajarnya, pembangunan kemerataan anatar wilayah harus segera terlaksana demi kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, hal seperti ini dapat dilakukan dengan mengutamakan perbaikan pada kelemahan-kelemahan di pemerintahan.
Seperti mengatasi permasalahan hubungan pemerintah pusat dan daerah, kompksifitas hubungan anatara pemerintah daerah dan pusat yang berkaitan dengan keungan dan anggaran, logika kepartaian yang menjadikan otonomi daerah semu, penataan politik lokal, perubahan kebijakan yang terlalu cepat, hingga bimpingan parapemerintah daerah untuk terus memajukan tempat yang menjadi fokus icon pemerintahanya.
Menemukan Otonomi Yang Dapat Menjadi Pedoman Memajukan Daerah
Berbagai permasalahan yang kompleks diahadapi oleh pemerintahn pusat tentang arti keberimbangan pembangunan antar wilayah otonomi, pada hekatnya bisa diatasi dengan adanya sebuah solusi, menemukan serta mengamalkan arti otonomi daerah.
Secara sederhana, adanya otonomi daerah adalah untuk meningkatkan percepatan pembangunan, yang pada ahirnya pembangunan tersebut akan mensejahterakan masyarakat.
Lebih jauh lagi, mayarakat Indonesia yang kurang lebih 237.641.326 jiwa, untuk saat ini, masih banyak kejanggalan bila ditanya tentang kesejahteraan. Padahal kita hidup di dalam alam yang begitu kaya.
Barangkali hal tersebut diebabkan karena bangsa kita belum mampu menggembangkan kemampuan ekonomi mikro di wilayah-wilayah yang sudah ada.
Meskipun, haruslah diakui jikalau bangsa kita untuk saat ini memang sudah mempunyai banyak kemajuan dalam berbagai sektor, terutama pariwisata, yang sudah terkenal diseluruh dnia, barangkali hal-hal terbut suatu hari nanti dapat dicontoh bagi daerah-daerah dalam memajukan wilayahnya.
Persoalan-pesoalan otonomi daerah yang sangat klasik, menurut Prof. Drs. Haw. Widjaja (2003) dapat diatasi dengan menemukan kembali keadaan pembangunan yang cocok terhadap otonomi adalah belajar dari kemandiarian desa yang merupakan produk kultural pembangunan yang berimbang, bulat dan utuh.
Kecocokan pemerintah dalam menemukan sistim pemerintahan yang tepat, sebanrnya tak lepas terhdap peran masyarakat yang sudah tergambarakan dalam kultural pemerintahan, misalnya yang paling asli adalah pemerintahan di desa, yang mengedepankan aspek religi dan kultural, berdasarkan hal usul dan adat istiadat setempat.
Kesimpulan
Gagasan-gagasan yang dapat ditelaah daripada mewujudkan keberimbangan pemerintah dalam mewejudkan kesejahteraan bagi masyarakat meruapakn kosep pengembalian pengertian otonomi daerah yang dilakukan.
Menghilangkan segala kekuarangan, dan memiliki rasa kebersamaan dalam sebuah perintahan juga sangat diperlukan dalam pembangunan, ikutnya andil masyarakat untuk terus mengawasi dan memiliki visi yang sama adalah suatu kekuatan yang semestinya dapat menjadaikan pembangunan di wilayah-wilayah dapat terlaksana.
Kejomplangan atau ketidakmerataan pembangunan anatar wilayah tentu dapat menjadikan bangsa Indonesia pecah belah, dan meninggalkan rasa kesatuanya sebagai NKRI, karena mungkin wujud dari kesejahteraan adalah hal yang tidak mesti di dapat apabila kebijakanpun lebih perporos pada satu wilayah saja.
Maka, alangkah pantas jikalau otonomi harus banyak belajar dari kultur dan pemerintahan di sebuah desa, yang mengedepakan mufakat anatar sesame untuk memperoleh kebijakan, karena ini menyangkut kepentingan dan kemajuan bersama, untuk sama-sama memperoleh kesejahteraan, inilah pengembalian dasar daripada sebuah otonomi daerah.
Daftar Pustaka
Koenjaraningrat, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta : Gramedia. 2002
Widjaja. HAW. Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Dan Utuh. Jakarta : 2003
Kaffar Karim, Abdul, DKK. Kompleksifitas Persoalan Otonomi daerah Di Indonesia. Yogjakarta : Putaka Pelajar. 2012
Djohan Djoeharmansyah. Problematik Pemerintah dan Politik Lokal. Jakarta : Bumi Aksara. 1990.
Soekamto Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : RajaGarfindo Persada. 1982
Bahan Perkuliahan Manajemen Pembangunan (.ppt) oleh Teuku Fahmi
Web.
http://ariwahyudi.web.id/jumlah-penduduk-indonesia/, di akses, 05 September 2014, pukul 05 : 32 WIB.