Hijrah Instan Pendangkal Tafsir - KMNU-UNILA.Org : Menebar Dakwah Ahlussunnah Waljama'ah Annahdliyah

Thursday, July 5, 2018

Hijrah Instan Pendangkal Tafsir




Beberapa waktu lalu, muncul beberapa fenomena baru yang turut mewarnai kemajemukan tanah air. Salah satu fenomena yang masih sangat hangat hingga saat ini adalah fenomena “hijrah”, kata tersebut diartikan sebagai “berubahnya” diri seseorang ke arah yang lebih baik. Pemaknaan tersebut dibarengi dengan action berupa penggunaan hijab besar, cadar, berbicara bercampur bahasa arab dnn lain sebagainya.

Seringkali, para hijrahwan dan hijrahwati (sebut saja begitu) tersebut dibarengi dengan semangat merubah diri yang kuat, bukan hanya merubah dirinya bahkan ingin merubah lingkungannya menjadi lebih islami (menurut mereka).

Sayangnya, semangat memperbaiki diri yang (dirasa) terlalu besar, membuat sebagian orang serampangan dalam mengais pengetahuan. Pasalnya, sebagian dari mereka hanya mempelajari hal-hal yang dirasa urgent (pada lingkup waktu tertentu) saja.

Misalnya ketika ber jargon “kembali ke Al-Quran dan As-sunah” tapi metode mempelajari keduanya (isi jargon) dengan langsung membaca text beserta terjemahan Al-Quran dan hadist lalu menafsirkan dengan akal sendiri dengan bumbu-bumbu buku yang telah dibaca sebelumnya. Jargonnya bagus, hanya saja cara pengekspresian jargonnya yang kurang bagus, membuat rantai sanad keilmuan putus dengan hanya membaca buku dan menuangkannya dalam tafsiran sendiri. Secara tidak langsung, memberanikan diri mengaku sebagai mujtahid (orang yang berijtihad), dan ketika seorang berani berijtihad berarti dia telah membuat sebuah firqah (aliran) baru. Padahal Syaikh Az-zarnuji dalam Ta'limul Muta'allim menukil ucapan sahabat Sayyidina Ali bin Abi thalib bahwa salah satu syarat menuntut ilmu adalah mendapat petunjuk dari guru, yang lalu dimaknai sebagian ulama dengan bertatap mukanya antara guru dan murid. Yang seperti itu adalah salah satu cara menyambung sanad keilmuan.

Mencari pengetahuan lewat buku dan google itu tidak diharamkan. Tetapi, seharusnya itu hanya bersifat tambahan dan tidak langsung menjadikan hujjah, karna ketika seseorang membaca dan memutar sebuah video, belum tentu makna yang dimaksud didalamnya akan sama dengan apa yang ada di benakmu, hal itu menimbulkan multitafsir. karna secara tidak sadar dirimu memaknai isinya dengan akalmu sendiri.

Pernah mendengar kata seperti ini?
“Dahulu, ilmu dipelajari, dihafal, lalu diamalkan. Tapi sekarang, ilmu di unduh, disimpan, lalu diperdebatkan”. Untuk menghindari perkara yang ke 2, maka jangan langsung menelaah hukum yang bersumber dari buku dan google.

Lalu bagaimana cara agar pengetahuan itu (buku dan google) dapat dipakai sebagai hujjah?
Klarifikasikan atau tashihkan dahulu kepada gurumu (secara) langsung, berarti langkah pertamanya adalah mencari guru.  Karna, seorang guru dengan keluasan ilmunya pastilah lebih bijak dalam memaknai, dan pemaknaan beliau pun bisa dipertanggung jawabkan, kenapa?
Karna gurumu pasti sudah mempelajari (tentang yang kamu baca) dari gurunya, dari guru beliau ke gurunya lagi, terus hingga bermuara ke Rosulullah Saw. Itulah yang dinamakan sanad. Bukannya bermuara pada buku atau google.

Pada banyak kasus, pembelajaran yang berpedoman pada buku dan google serta penafsiran yang bersifat mandiri dan sak klek (istilah jawa) selalu menimbulkan konroversi yang tidak ada ujungnya, karna sebagian dari mereka terlalu kaku dan kurang bisa menerima perbedaan, banyak yang membenci, memaki dengan tudingan sesat sampai kafir. Padahal gusti Allah Menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, bukankan itu berarti gusti Allah yang menghendaki perbedaan?
Lalu apa yang engkau benci?
Benci karna ia tak se alim dirimu, berarti dirimu takabur.
Atau benci dengan yang membuat perbedaan?  na'udzubillahi mindzalik.

Bukankah seharusnya Islam itu adalah rohmatallil ‘alamin?
Sedangkan alam ini berisi orang beriman, orang tak beriman, binatang, pohon dan lain sebagainya. jadi jangan mempersempit makna dengan menjadikan islam seolah hanya rohmatallil mu'minin, rohmatallil kafirin, lil sajarotin, dan lil-lil yang lainnya. Tapi mereka semua punya hak atas rohmah islam.

Jadi mari kita tunjukan akhlak seorang muslim, Karna Rosulullah Saw pun pernah berkata bahwa ia diutus kedunia adalah untuk menyempurnakan akhlak. Maka dari itu jangan suka marah, jangan mudah membenci, jangan gampang menuduh sesat dan kafir. Karna mungkin mereka terlihat salah karna dangkalnya ilmu dan ketidak tahuan kita tentang hal tersebut.

Hidayah bukanlah milik mu atau milikku, tapi masih milik ayahnya. Karena hidayah itu milik Gusti Allah. Siapa tahu, dengan kita berlaku baik kepada orang non islam, itu menjadi lantaran hidayah dan membuat orang tersebut tertarik dengan islam.

Semangat berhijrah itu baik, hanya saja belajarlah dari awal, carilah guru yang luas ilmunya lagi sejuk penyampaiannya, jangan mudah marah dan menyalahkan terlebih membenci. Karna, langit paling luas adalah hati tanpa kebencian.
Lalu, ber amar ma'ruf bil ma'ruf dan nahi munkar bil ma'ruf lah.

(Zada Syauq- Seniman NU)

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda