Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr. wb. Bagaimana hukum upacara kematian (7 harian kematian) yang penyuguhannya atau upacara sangat istimewa sehingga menghabiskan dana yang tidak wajar, sehingga dengan upacara tersebut menyisihkan hutang yang bayarnya memakai harta warisan yang semestinya milik ahli waris. Bisa juga sampai ahli waris tidak dapat warisan karena tersebut. mohon penjabarannya ustad/Kyai. Wassalamualaikum wr. wb. (Syaiful Amri)
Jawaban :
Wa’alaikum salam wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Setelah kami mencermati pertanyaan Anda maka sebenarnya ada dua hal yang berbeda. Pertama soal tahlilan itu sendiri, kedua soal berlebih-lebihan dalam memberikan penyuguhan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan.
Dua hal ini harus diletakkan pada porsinya masing-masing karena memang keduanya berbeda. Yang pertama, soal status hukum tahlilan jelas sangat dianjurkan. Bahkan Ibnu Taimiyyah sendri yang sering dipersepsikan menolak tahlilan berpendapat bahwa berkumpul bersama-sama untuk berdzikir kepada Allah, mendengarkan Al-Qur`an dan berdoa adalah termasuk amal saleh.
Jawaban Ibnu Taimiyah ini merupakan respon tindakan seseorang mengingkari ahl adz-dzikr (orang-orang yang rajin dan tekun berdzikir). Menurut seseorang tadi, model dzikir mereka adalah bid`ah karena mereka memulai dan mengakhiri dzikirnya denga Al-Qur`an, kemudian mendoakan orang-orang muslim baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (la hawla wa la quwwata illa billah), dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Bagaimana tanggapan Ibnu Taimiyah?
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ...... فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك
“Ibn Taimiyah ditanya tentang seseorang laki-laki yang mengikari ahli dzikir (berjamaah), ia berkata berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini adalah bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan mengakhri dzikirnya dengan al-Qur’an. Kemudian mendoakan orang-orang muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan bershalawat kepada Nabi SAW.?”…… Lalu Ibn Taimiyah pun menjawab: “Berkumpul bersama-sama untuk berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan memanjatkan doa adalah amal saleh, termasuk bagian dari mendekatkan diri kepada Allah swt (qurbah) dan ibadah yang paling afdal pada setiap waktu. Dalam hadits shahih Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah swt memiliki malaikat-malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka menjumpai sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah swt, maka mereka pun memanggil, “Silahkan utarakan hajat kalian”. Imam al-Bukhari menyebutkan dalam hadist ini dan didalamnya terdapat redaksi redaksi, “Kami menemukan mereka mengumandangkan tasbih dan tahmid untuk-Mu” (Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Mesir-Dar al-Wafa`, cet ke-3, 1426 H/2005, juz 22, hal. 520).”
Selanjutnya soal status hukum yang kedua, yaitu berlebih-lebihan dalam memberikan jamuan kepada orang yang mengikuti tahlilan. Dalam hal ini jelas tidak diperbolehkan. Kita makan saja kalau berlebih-lebihan tidak diperbolehkan.
Namun sepanjang yang kami ketahui terutama di kalangan warga NU baik di desa maupun di kota, jika ada warga yang meninggal dunia para tetangga dengan suka rela memberikan bantuan kepada keluarga yang ditinggal. Ada yang memberikan beras, uang, makanan, maupun dana.
Bahkan bantuan itu bukan hanya datang pada hari pertama, tetapi bahkan ada yang sampai hari ketujuh. Begitu juga pada saat empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari. Bantuan tersebut mereka berikan secara sukarela sebagai ungkapan bela sungkawa, dan digunakan oleh pihak keluarga yang ditinggal untuk menjamu orang-orang yasinan dan tahlilan dalam rangka mendo`akan orang yang meninggal dunia. Bahkan sering kali, bantuan itu berlebih, dan diberikan kepada fakir miskin di lingkungan sekitar.
Berangkat dari penjelasan di atas maka pada dasarnya persoalan tahlilan dan pemberian jamuan kepada orang yang turut serta dalam tahlilan harus dilihat sebagi dua hal yang berbeda. Tahlilalnya diperbolehkan, namum menjamu orang yang turut serta tahlilan secara berlebihan sehingga memberatkan diri sendiri itu harus dihindari. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, semoga kita bukan termasuk orang berlebih-lebihan.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, wassalamu’alaikum wr. wb. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Sumber : nu-online.com
Assalamu’alaikum wr. wb. Bagaimana hukum upacara kematian (7 harian kematian) yang penyuguhannya atau upacara sangat istimewa sehingga menghabiskan dana yang tidak wajar, sehingga dengan upacara tersebut menyisihkan hutang yang bayarnya memakai harta warisan yang semestinya milik ahli waris. Bisa juga sampai ahli waris tidak dapat warisan karena tersebut. mohon penjabarannya ustad/Kyai. Wassalamualaikum wr. wb. (Syaiful Amri)
Salah Satu Agenda KMNU UNILA |
Jawaban :
Wa’alaikum salam wr. wb
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Setelah kami mencermati pertanyaan Anda maka sebenarnya ada dua hal yang berbeda. Pertama soal tahlilan itu sendiri, kedua soal berlebih-lebihan dalam memberikan penyuguhan kepada orang-orang yang mengikuti tahlilan.
Dua hal ini harus diletakkan pada porsinya masing-masing karena memang keduanya berbeda. Yang pertama, soal status hukum tahlilan jelas sangat dianjurkan. Bahkan Ibnu Taimiyyah sendri yang sering dipersepsikan menolak tahlilan berpendapat bahwa berkumpul bersama-sama untuk berdzikir kepada Allah, mendengarkan Al-Qur`an dan berdoa adalah termasuk amal saleh.
Jawaban Ibnu Taimiyah ini merupakan respon tindakan seseorang mengingkari ahl adz-dzikr (orang-orang yang rajin dan tekun berdzikir). Menurut seseorang tadi, model dzikir mereka adalah bid`ah karena mereka memulai dan mengakhiri dzikirnya denga Al-Qur`an, kemudian mendoakan orang-orang muslim baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia, mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (la hawla wa la quwwata illa billah), dan bershalawat kepada Nabi Muhammad saw. Bagaimana tanggapan Ibnu Taimiyah?
وَسُئِلَ: عَنْ رَجُلٍ يُنْكِرُ عَلَى أَهْلِ الذِّكْرِ يَقُولُ لَهُمْ : هَذَا الذِّكْرُ بِدْعَةٌ وَجَهْرُكُمْ فِي الذِّكْرِ بِدْعَةٌ وَهُمْ يَفْتَتِحُونَ بِالْقُرْآنِ وَيَخْتَتِمُونَ ثُمَّ يَدْعُونَ لِلْمُسْلِمِينَ الْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ وَيَجْمَعُونَ التَّسْبِيحَ وَالتَّحْمِيدَ وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّكْبِيرَ وَالْحَوْقَلَةَ وَيُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ...... فَأَجَابَ : الِاجْتِمَاعُ لِذِكْرِ اللهِ وَاسْتِمَاعِ كِتَابِهِ وَالدُّعَاءِ عَمَلٌ صَالِحٌ وَهُوَ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَالْعِبَادَاتِ فِي الْأَوْقَاتِ فَفِي الصَّحِيحِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : إنَّ للهِ مَلَائِكَةً سَيَّاحِينَ فِي الْأَرْضِ فَإِذَا مَرُّوا بِقَوْمِ يَذْكُرُونَ اللهَ تَنَادَوْا هَلُمُّوا إلَى حَاجَتِكُمْ وَذَكَرَ الْحَدِيثَ وَفِيهِ وَجَدْنَاهُمْ يُسَبِّحُونَك وَيَحْمَدُونَك
“Ibn Taimiyah ditanya tentang seseorang laki-laki yang mengikari ahli dzikir (berjamaah), ia berkata berkata kepada mereka, “Dzikir kalian ini adalah bid’ah, mengeraskan suara yang kalian lakukan juga bid’ah”. Mereka memulai dan mengakhri dzikirnya dengan al-Qur’an. Kemudian mendoakan orang-orang muslimin yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Mereka mengumpulkan antara tasbih, tahmid, tahlil, takbir, hauqalah (laa haula wa laa quwwata illaa billaah) dan bershalawat kepada Nabi SAW.?”…… Lalu Ibn Taimiyah pun menjawab: “Berkumpul bersama-sama untuk berdzikir, mendengarkan al-Qur’an dan memanjatkan doa adalah amal saleh, termasuk bagian dari mendekatkan diri kepada Allah swt (qurbah) dan ibadah yang paling afdal pada setiap waktu. Dalam hadits shahih Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah swt memiliki malaikat-malaikat yang selalu bepergian di muka bumi. Apabila mereka menjumpai sekumpulan orang yang berdzikir kepada Allah swt, maka mereka pun memanggil, “Silahkan utarakan hajat kalian”. Imam al-Bukhari menyebutkan dalam hadist ini dan didalamnya terdapat redaksi redaksi, “Kami menemukan mereka mengumandangkan tasbih dan tahmid untuk-Mu” (Ibn Taimiyah, Majmu’ al-Fatawa, Mesir-Dar al-Wafa`, cet ke-3, 1426 H/2005, juz 22, hal. 520).”
Selanjutnya soal status hukum yang kedua, yaitu berlebih-lebihan dalam memberikan jamuan kepada orang yang mengikuti tahlilan. Dalam hal ini jelas tidak diperbolehkan. Kita makan saja kalau berlebih-lebihan tidak diperbolehkan.
Namun sepanjang yang kami ketahui terutama di kalangan warga NU baik di desa maupun di kota, jika ada warga yang meninggal dunia para tetangga dengan suka rela memberikan bantuan kepada keluarga yang ditinggal. Ada yang memberikan beras, uang, makanan, maupun dana.
Bahkan bantuan itu bukan hanya datang pada hari pertama, tetapi bahkan ada yang sampai hari ketujuh. Begitu juga pada saat empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari. Bantuan tersebut mereka berikan secara sukarela sebagai ungkapan bela sungkawa, dan digunakan oleh pihak keluarga yang ditinggal untuk menjamu orang-orang yasinan dan tahlilan dalam rangka mendo`akan orang yang meninggal dunia. Bahkan sering kali, bantuan itu berlebih, dan diberikan kepada fakir miskin di lingkungan sekitar.
Berangkat dari penjelasan di atas maka pada dasarnya persoalan tahlilan dan pemberian jamuan kepada orang yang turut serta dalam tahlilan harus dilihat sebagi dua hal yang berbeda. Tahlilalnya diperbolehkan, namum menjamu orang yang turut serta tahlilan secara berlebihan sehingga memberatkan diri sendiri itu harus dihindari. Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan, semoga kita bukan termasuk orang berlebih-lebihan.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, wassalamu’alaikum wr. wb. (Mahbub Ma’afi Ramdlan)
Sumber : nu-online.com