Perjalananku dalam Berkhidmat di KMNU (Diantara Kritik, Pemikiran, ataupun keduanya)
Sudah tidak terasa sudah sekira 2 tahun lamanya menjadi bagian daripada keluarga hijau Nahdlatul Ulama' ini. Dari awal hingga saat ini, banyak sekali pengalaman yang penulis peroleh. Susah dan senang, suka maupun duka, bersama teman-teman semua Alhamdulillah bisa dilalui dengan akhir senyuman. Semoga saja penulis bisa terus berkhidmat hingga suara tak lagi terdengar ditelinga.
Awal mula penulis mengetahui dan berkenalan dengan KMNU yakni ketika dibuka pendaftaran anggota baru yang familiar disebut dengan istilah AYC (Aswaja Youth Champ) melalui platform media sosial. Penulis yang notabene juga seorang kader hasil didikan jam'iyyah Nahdlatul Ulama' merasa tertarik dengan organisasi yang masih satu nafas dengan ranah perjuangan NU ini. Tanpa pikir panjang, kemudian penulis mendaftarkan diri untuk dapat bergabung dengan KMNU. Salah satu syarat mendaftarkan diri yakni dengan melalui wawancara, yang dimana penulis bahkan ingat betul jika pewawancara berasal dari daerah yang sama yakni Pesawaran. Beliaulah bernama Mas Octa Ridho Pangestu. Dari sinilah awal mula kenal itu berasal.
Setelahnya penulis melaksanakan AYC yang diinisiasi oleh Pengurus KMNU Universitas Lampung di Ponpes. Al-Muttaqien, Kemiling, Bandar Lampung. Saat materi berlangsung, penulis bahkan merasa sangat bosan karena materi sudah sangat familiar sekali dan merasa tak tahan dengan rasa kantuk yang menerjang, akan tetapi ada satu materi yang dianggap penulis sangat cocok yang mana kala itu diadakan suatu forum diskusi yang membahas suatu permasalahan yakni penting manakah mencari kader secara kualitatif ataupun kuantitatif?. Bahkan penulispun masih ingat yang dimana kala itu diserang dengan argumentasi peserta lainnya yang mana ketika berpendapat dengan dasar yang diragukan.
Pasca AYC, penulis disibukkan dengan berbagai kegiatan apapun itu yang dilaksanakan oleh KMNU. Berbeda dengan mahasiswa lainnya, penulis disibukkan dengan kegiatan intra dan ekstra kampus. Hari-hari penulis mulai kacau ketika berbagai acara saling bertabrakan. Akan tetapi, hal tersebut bisa dituntaskan dengan manajemen diri yang baik sehingga tidak meninggalkan keduanya. Penulis merasa sangat nyaman berada di organisasi ini, rasa kekeluargaan sangat kuat sekali, mungkin karena itulah salah satu mengapa dinamakan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama' (KMNU).
Hari demi hari terlewati dengan penuh pembelajaran, hingga penulis mendapatkan tawaran untuk mengikuti pengkaderan tingkat 2 yakni ALC (Aswaja Leadership Champ). Hari pertama ALC, penulis dikagetkan dengan beberapa panitia yang sangat tegas sehingga suara yang tadinya ramai seketika menjadi hening. Puncaknya saat pembacaan perjanjian dan tata tertib yang dimana saat itu keringat dingin mulai bercucuran. Mental dan intelektual sungguh ditempa. Para pemateri yang menyampaikan juga berbobot, diantaranya Mas Fuad Hasyim, disaat itu beliau menyampaikan materi berkaitan dengan analisis kawan lawan. Materi ini bagi penulis sangat berbobot karena disinilah kita akan mengetahui siapa yang menjadi kawan dan menjadi lawan. Karena banyak di luar sana yang saat ini seolah masuk barisan kita tapi nyatanya berbeda dari segi harokah dan fikrohnya.
ALC merupakan suatu wadah yang dimana outputnya adalah untuk menciptakan kader KMNU yang militan dan loyal terhadap organisasi. Seorang yang mengikuti ALC ini disiapkan untuk menjadi ujung tombak utama dalam mengkader serta untuk memberikan inovasi, gagasan kreatif, konsep baru, dan terobosan dalam pengkaderan kedepan.
Mungkin pengalaman penulis tidak sebanyak mas dan mba disana yang telah dahulu berjuang dan mengabdi di KMNU. Zaman semakin menantang, kita tahu bahwa KMNU merupakan wadah bagi para mahasiswa NU untuk mengembangkan sayap-sayap pergerakan Nahdlatul Ulama'. Namun, hingga saat ini menurut penulis, para kader ataupun anggotanya terjebak dalam zona nyaman yang hanya mementingkan suatu tradisi amaliyah saja tanpa berpikir bagaimana menjaga keseluruhan dengan pemikiran. Ruang-ruang diskusi dan belajar seharusnya dihidupkan sehingga kita juga bisa menciptakan ide dan gagasan untuk bangsa ini kedepan.
Senior dan Alumni yang saat ini kita banggakan, mereka akan segera tua dan kitalah yang akan meneruskan estafet perjuangannya. Apabila secara spiritual dan intelektual, kita yang notabene adalah kader penggerak belum siap menghadapi zaman yang kian melesat ini, maka lambat laun KMNU akan semakin tertinggal. KMNU bukan organisasi politik, namun politik diajarkan di dalamnya. Bukan pula organisasi ekonomi, namum ekonomipun diajarkan pula di dalamnya. Penulis mengajak kepada diri sendiri dan para kader muda penggerak Nahdlatul Ulama' dimanapun berada untuk terus berkhidmat untuk umat dan mengabdi pada negeri dalam memperjuangkan cita-cita bersama sebagaimana termaktub dalam lantunan indah lagu kebanggaannya.
Oleh: Hafidz Fatur Rahman (Kader Penggerak KMNU)