Tayangan Khazanah di stasiun televisi Trans 7 memperuncing masalah khilafiyah amal ibadah di kalangan masyarakat. Tayangan itu bersifat tendesius ketika menyudutkan umat Islam yang tidak sependapat dengan sikap keagamaan sebagian unsur jajaran redaksi Trans 7.
Perihal ini disampaikan oleh Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Malik Madani saat ditemui NU Online di Gedung PBNU lantai empat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (18/6) Siang.
Pernyataan itu merupakan tanggapan atas tayangan Khazanah Senin (17/6) pagi, yang menyinggung dengan tidak etis amaliyah khusus malam Nisfu Sya‘ban. Misalnya, hadis yang mendukung amalan khusus malam Nisfu Sya‘ban, lemah bahkan palsu. Hanya orang iseng yang membuat hadis palsu.
“Kalimat seperti itu tidak etis,” tegas KH Malik Madani.
Tayangan itu menurutnya, malah mengungkit-ungkit masalah khilafiyah ulama yang berlangsung ratusan tahun silam. Tayangan penyudutan itu tidak menyelesaikan masalah. Karena, yang mengamalkan tetap akan mengamalkan. Yang tidak, juga tetap pada sikapnya.
KH Malik Madani menganjurkan agar media massa mendidik masyarakat untuk saling menghargai perbedaan dua pandangan ulama itu. Karena, dua pihak yang berbeda pendapat merupakan ulama terkemuka dan terpandang. Yang mengamalkan jangan memaksa orang untuk mengamalkan. Yang tidak pun tidak usah mencela dan menyalahkan yang mengamalkan.
Kepada NU Online, KH Malik menyatakan pernah meminta sebagian anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menegur stasiun televisi itu. Karena, mereka sudah kebablasan. Mereka mestinya memanfaatkan era Reformasi sebagai momentum toleran terhadap perbedaan pendapat.
Era Reformasi mestinya dimaknai sebagai masa pendewasaan masyarakat dengan menghargai pihak yang berlainan pendapat. Namun, sebagian masyarakat termasuk media massa kerap mengambil era Reformasi untuk menyerang dan menghujat pihak yang berseberangan pendapat, pungkas KH Malik Madani.
Info ini diambil dari NU Online
Perihal ini disampaikan oleh Katib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Malik Madani saat ditemui NU Online di Gedung PBNU lantai empat, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Selasa (18/6) Siang.
Pernyataan itu merupakan tanggapan atas tayangan Khazanah Senin (17/6) pagi, yang menyinggung dengan tidak etis amaliyah khusus malam Nisfu Sya‘ban. Misalnya, hadis yang mendukung amalan khusus malam Nisfu Sya‘ban, lemah bahkan palsu. Hanya orang iseng yang membuat hadis palsu.
“Kalimat seperti itu tidak etis,” tegas KH Malik Madani.
Tayangan itu menurutnya, malah mengungkit-ungkit masalah khilafiyah ulama yang berlangsung ratusan tahun silam. Tayangan penyudutan itu tidak menyelesaikan masalah. Karena, yang mengamalkan tetap akan mengamalkan. Yang tidak, juga tetap pada sikapnya.
KH Malik Madani menganjurkan agar media massa mendidik masyarakat untuk saling menghargai perbedaan dua pandangan ulama itu. Karena, dua pihak yang berbeda pendapat merupakan ulama terkemuka dan terpandang. Yang mengamalkan jangan memaksa orang untuk mengamalkan. Yang tidak pun tidak usah mencela dan menyalahkan yang mengamalkan.
Kepada NU Online, KH Malik menyatakan pernah meminta sebagian anggota Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk menegur stasiun televisi itu. Karena, mereka sudah kebablasan. Mereka mestinya memanfaatkan era Reformasi sebagai momentum toleran terhadap perbedaan pendapat.
Era Reformasi mestinya dimaknai sebagai masa pendewasaan masyarakat dengan menghargai pihak yang berlainan pendapat. Namun, sebagian masyarakat termasuk media massa kerap mengambil era Reformasi untuk menyerang dan menghujat pihak yang berseberangan pendapat, pungkas KH Malik Madani.
Info ini diambil dari NU Online