Gagasan dan ide bernas KH MA Sahal Mahfudh dalam konteks hukum Islam, perlu diupayakan penggalian warisan pemikirannya. Fiqh Sosial, demikian istilah Kiai Sahal, layak dijadikan alternatif hukum Islam Internasional. Ulama dunia patut merujuk pemikiran Rais Aam PBNU tiga periode ini.
Kesimpulan tersebut mengemuka dalam peluncuran dan bedah buku yang digelar Fiqh Sosial Institute (FISI) Sekolah Tinggi Agama Islam Mathali’ul Falah (STAIMAFA) dalam rangka Haul ke-1 Almaghfurlah Mbah Sahal, Kamis (15/01/15) siang.
Bedah buku “Metodologi Fiqh Sosial: dari Qouli menuju Manhaji” yang dihelat di Auditorium STAIMAFA ini menghadirkan dua narasumber: KH Ishomuddin, M.Ag dan Syafiq Hasyim, Ph.D. Buku tersebut merupakan hasil riset para peneliti FISI STAIMAFA. Publikasi buku ini melengkapi buku sebelumnya berjudul “Epistemologi Fiqh Sosial Kiai Sahal” yang dieditori Munawir Aziz.
Ketua STAIMAFA sekaligus Pengasuh Pesantren Maslakul Huda KH Abdul Ghoffar Rozien (Gus Rozien) menyatakan bahwa Fiqh Sosial Institute dirancang untuk menggali, mengembangkan, dan mengaplikasikan ide-ide yang pernah direfleksikan Kiai Sahal. Oleh karenanya, kajian-kajian fiqh sosial harus diteruskan dengan publikasi dan diskusi intensif.
“Bukan berarti ide tersebut sudah sempurna, justru dengan menggali dan mendiskusikannya, akan ditemukan metodologi yang terstruktur. Kami, dari STAIMAFA sangat mendukung kerja pemikiran ini. Semoga akan terus berlanjut dengan publikasi dan diseminasi ide yang lebih cerdas dan strategis,” harap Gus Rozien.
Sementara itu, KH Ishomuddin menegaskan bahwa Kiai Sahal memiliki pemikiran yang cerdas, bahkan menggunakan ushul fiqh untuk tema-tema kontekstual. Kiai Ishom, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa Kiai Sahal cerdas karena mampu membedakan mana yang ushul, mana yang furu’.
“Kiai Sahal memiliki pemahaman yang cerdas, baik tentang hukum Islam maupun pemberdayaan sosial. Suatu ketika, Kiai Sahal menjelaskan hubungan antara NU dan politik. Menurut beliau, NU dan partai politik tidak ada hubungan. Akan tetapi, warga NU sebagai warga negara memiliki hak untuk dipilih dan memilih,“ terang Rais Syuriah PBNU ini.
Senada dengan Kiai Ishom, Syafiq Hasyim menyatakan bahwa Kiai Sahal itu cerdas dalam menggunakan dalil serta mampu melihat konteks secara jernih. “Kiai Sahal ini tipikal pemikir multitalenta. Saya mengikuti pemikiran beliau, sejak bertemu di P3M Jakarta, dengan para aktivis sosial Indonesia. Kiai Sahal, bersama Gus Dur, Dawam Rahardjo dan beberapa pemikir lainnya mengagas program pemberdayaan sosial untuk pesantren,” terang Syafiq.
Lulusan Freie University, Berlin Jerman ini mengagumi Kiai Sahal lantaran memiliki pemikiran cemerlang. Seharusnya, dapat menjadi alternatif hukum Islam internasional. “Tema-tema fiqh sosial harus dipublikasi di berbagai jurnal dan forum-forum internasional. Gagasan Kiai Sahal harus menjadi alternatif pemikiran ulama dunia,” tegas mantan Rais Syuriah PCI NU Jerman ini.
Ke depan, Fiqh Sosial Institute berencana akan memberi award dan beasiswa riset bagi para peneliti yang serius menggali pemikiran dan konsep gagasan Kiai Sahal Mahfudh tersebut.
(Musthofa Asrori/Mahbib)